Rabu, 15 Agustus 2012

Gempil #1

“Apakah aku tak pantas untuk mengumandangkan kalimat sebagai penyeru hambaMu agar mendatangiMu dan menyembahMu?”

Pertanyaan itu yang tak henti-hentinya mengusik kepalaku semenjak kejadian yang tak hanya membuat kaget diriku, namun juga banyak orang saat itu.
Di malam yang ke-26 Ramadhan tentunya suasana sudah berbeda dengan malam-malam awal bulan ramadhan, khususnya masjid dan musholla yang menyelenggarakan sholat tarawih berjama’ah. Termasuk di masjid yang selama kurang lebih 6 tahun ini aku sholat disana karena memang tinggalku selama di kota pahlawan ini berada di sampingnya, masjid Al-Jihad.

Kejadian yang mengejutkan tadi malam berawal setelah buka puasa. Aku mencoba cek siapa yang akan mengisi untuk ceramah ramadhan dengan menghubungi teman-teman takmir yang lain, karena aku ingat kalau ada beberapa dari mereka sudah mudik ke kampong halaman. Dan yang lain tentunya mempunyai jadwal untuk mengisi di luar. Kalau seperti itu, berarti hanya tersisa aku sendiri yang bertanggung jawab atas jamaah malam ini.
Segera setelah itu aku beranjak kembali ke rumah untuk ganti baju dan mengambil bisyaroh, serta berjaga-jaga kalau ternyata penceramah uzur datang malam ini karena ternyata belum dihubungi. Dengan cepat aku pergi ke masjid, dan ternyata perkiraanku benar. Sampai hampir mendekati waktu isya’, radio yang biasanya dinyalakan belum juga dinyalakan. Ini artinya selain para santri yang biasanya aktif ke masjid sudah mudik, teman-teman takmir masjidpun juga tidak ada.

Kuambil radio tua tinggalan Alm. H. Muslimin, kunyalakan dan tepat di channel radio Kembang Kuning Surabaya sudah melantunkan qiro’ah menyambut datangnya saat isya’. Aku duduk sambil minum air putih untuk sekedar melepas lelah dan menghilangkan keringat karena dari tadi terburu-buru serta lelah pula pastinya.
Saat isya’ datang, radio mengumandangkan azan, aku matikan lalu aku berdiri. Sambil menengok ke belakang ternyata masih belum ada juga orang yang datang selain anak-anak kecil yang ramai berlarian kesana kemari.

Tiba-tiba nampak sosok alim berwibawa dan ramah dengan senyumnya. Alhamdulillahhh,,ternyata Ustad Muhaimin bias hadir malam ini. Sudah tenang hati ini.
Sembari berbalik aku berdiri, kutarik nafas dalam dan kuteriakkan takbir sebagai penanda dan penyeru untuk ummat islam akan datangnya panggilanNya. Takbir pertama lancar. Namun saat kutarik nafas untuk takbir kedua yang biasanya lebih panjang nadanya, aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku. Tiba-tiba badanku dingin dan berkeringat, pandangan kabur dan sekeliling nampak gelap. Aku mensugesti diriku kalau aku taka pa-apa dan mampu menyelesaikannya.
Tapi, tiba-tiba semuanya seolah terhenti. Banyak orang-orang berlarian ke masjid karena mendengar suara seperti microphone yang dilempar atau dibanting dengan keras. Mereka ada yang mengira ini perbuatan anak-anak kecil yang bermain-main dari tadi. Ternyata, mereka mendapati seorang pemuda yang tiba-tiba jatuh tersungkur dengan kondisi seolah tak ada tenaga.
Ya, aku. Pemuda yang tiba-tiba jatuh itu adalah aku. Tak ada gejala-gejala sebelumnya. Tak ada juga rasa yang dikeluhkan tentang keadaan tubuhku.
Kesadaranku benar-benar hilang. Kejadian yang singkat itu sepertinya berlangsung sangat lama. Yang au ingat adalah kalau aku sedang azan namun baru dapat takbir pertama hampir menyelesaikan yang kedua. Kemudian sekelilingku gelap, sudah. Lalu aku sedikit tersadar setelah jatuh serta ingat ustad muhaimin mengambil microphone dan melanjutkan azan yang belum selesai tadi.
Pada saat aku berusaha untuk duduk, aku merasa ada yang hilang dan sakit pada bagian tubuhku. Pastinya karena benturan keras saat aku jatuh tadi.
Innalillahhh,,,,aku mendapati jempol kiriku, kukunya sudah mengelupas dan berdarah. Bibirku juga terasa sangat perih dan nyeri. Serta aku merasa ada ngilu di gigi depanku. Dan lagi-lagi aku kaget dan sangat shock setelah aku pegang, ternyata gigi depan atasku yang sebelah kiri pecah separo. Aku langsung lemas dan pikiran mendadak lari kemana-mana.
Yang mengheranan adalah, radio dan air minum yang ada di depanku berceceran kemana-mana. Brarti apakah aku jatuh lalu mulutku menghantam radio ini, atau lantai malahan. Alloh kariimmm
Namun karena aku takut darahku mengotori lantai, aku berusaha untuk lari ke kamar mandi. Aku cuci tanganku yang berdarah, serta tak lupa aku bercermin. Melihat bibir yang sobek dan gigi yang sudah pecah separo, hanya bisa istighfar dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas. Sekelilingku sudah banyak orang yang memperhatikanku. Ada yang menawarkan mengantarkanku ke rumah sakit. Ada yang menyarankan untuk istirahat dulu. Dan mungkin juga sekedar ingin melihat saja.
Sama sekali aku tak mempedulikan mereka karena memang aku merasa belum sadar betul. Aku kembali ke shof depan lagi untuk jamaah isya’. Namun sepertinya aku harus istirahat merebahkan badan, karena masih terasa sangat pusing, badan berkeringat dingin dan tanganku masih sangat bergetar.
Aku pulang ke rumah, rebahan sambil mengingat apa yang telah terjadi. Sambil bercermin melihat bibir dan gigiku yang pecah tadi. Perasaan dan pikiran masih carut-marut dengan kenyataan yang ada.


Tapi, satu hal besar yang masih menjadi Tanya dan yang perlu dijadikan bahan muhasabah diri adalah, “Apakah Dia tak berkenan kalau aku mengumandangkan kalimat penyeru kepada ummat untuk datang dan bersimpuh di hadapanNYA, sehingga belum usai kukumandangkan Dia telah menjatuhkanku??”.


Al_Jihad, 14 Agustus 2012 malam 26 Ramadhan



1 komentar:

Bela Sungkawa mengatakan... Reply Comment

banyak istighfar... dan salawat :)

Posting Komentar

monggo komentarnya